Kamis, 04 November 2010

Prospek “Elektronic Commerce” di Indonesia


Saat ini, internet telah menjadi salah satu media pemasaran dan penjualan yang murah, cepat dan memiliki jangkauan yang luas hingga menembus batas-batas negara. Seiring dengan booming internet pada akhir 90-an, bermunculanlah berbagai online shop yang menawarkan produk melalui website yang dirancang untuk dapat melakukan transaksi secara online. Maka lahirlah istilah E-Commerce.
Pada awalnya, E-Commerce (perdagangan elektronik) berarti pemanfaatan transaksi komersial, seperti penggunaan Electronic Data Interchange untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian atau invoice secara elektronik.
Kemudian E-Commerce berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunyai istilah yang lebih tepat sebagai “perdagangan web”, yaitu pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web melalui server aman (HTTPS), protokol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data penting pelanggan.
Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak pengamat yang memperkirakan bahwa E-Commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru. Namun, baru sekitar empat tahun kemudian protokol aman seperti HTTPS memasuki tahap matang dan banyak digunakan. Antara 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini. (wikipedia)
Di Amerika, nilai transaksi perdagangan retail yang dilakukan secara online terus meningkat. Berdasarkan statistik yang dipublikasikan oleh US Census Bureau, nilai transaksi retail secara online pada 3 bulan (quarter) pertama tahun 2008 mencapai 33 milyar USD. Jumlah ini adalah sekitar 3.3 persen dari total nilai perdagangan retail pada rentang waktu tersebut. Bila dilihat dari persentase, nilai transaksi retail online mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan akhir tahun 2000 yang hanya mencapai 1 persen dari total nilai perdagangan retail.
Di Indonesia E-Commerce berkembang sejak tahun 1996, dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau D-Net (www.dnet.net.id) sebagai perintis transaksi online. Wahana transaksi berupa mal online yang disebut D-Mall (diakses lewat D-Net) ini telah menampung sekitar 33 toko online/merchant. Produk yang dijual bermacam-macam, mulai dari makanan, aksesori, pakaian, produk perkantoran sampai furniture. Selain itu, berdiri pula http://www.ecommerce-indonesia.com/, tempat penjualan online berbasis internet yang memiliki fasilitas lengkap seperti adanya bagian depan toko (storefront) dan shopping cart (keranjang belanja). Selain itu, ada juga Commerce Net Indonesia, yang beralamat di http://isp.commerce.net.id/. Sebagai Commerce Service Provider (CSP) pertama di Indonesia, Commerce Net Indonesia menawarkan kemudahan dalam melakukan jual beli di internet.
Kehadiran E-Commerce sebagai media transaksi baru ini tentunya menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, maupun pihak produsen dan penjual (retailer). Dengan menggunakan internet, proses perniagaan dapat dilakukan dengan menghemat biaya dan waktu. 
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta dari tahun 2000. Dari hasil survei lembaga riset Nielsen menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia tahun 2010 mencapai 17 persen dari jumlah penduduk atau naik dua kali lipat dibanding tahun 2005 yang hanya sekitar 8 persen.
Sedangkan menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), jumlah pengguna internet sudah mencapai 45 juta. Padahal pada tahun 1999 jumlah pengguna internet di tanah air baru ada di angka 1 juta pengguna. Jadi bisa dibayangkan seberapa cepat lonjakannya. Demikian disampaikan Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan di sela Rakernas APJII 2010 dan IPv6 Summit yang berlangsung di Padma Resort Bali, 8-9 Juni 2010.
Dengan potensi berupa jumlah masyarakat pengguna internet yang besar dan adanya jarak fisik yang jauh, sebenarnya E-Commerce dapat menjadi suatu bisnis yang cukup menjanjikan di Indonesia.
Namun, daya beli masyarakat yang masih rendah dan infrastruktur telekomunikasi yang tidak merata di daerah-daerah membuat E-Commerce tidak begitu populer. Selain itu, E-Commerce juga belum banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Meskipun relatif banyak perusahaan yang sudah memasang homepage, hanya sedikit yang memfungsikannya sebagai sarana perniagaan/perdagangan online. Sebagian besar homepage itu lebih difungsikan sebagai media informasi dan pengenalan produk. Menurut Adji Gunawan, Associate Partner dan Technology Competency Group Head Andersen Consulting, secara umum ada tiga tahapan menuju E-Commerce, yakni: presence (kehadiran), interaktivitas, dan transaksi. “Saat ini, kebanyakan homepage yang dimiliki perusahaan Indonesia hanya mencapai tahap presence, belum pada tahap transaksi”, ujarnya.
Tapi bagaimanapun juga E-Commerce di Indonesia memiliki potensi untuk berkembang pesat. Hal tersebut didukung oleh beberapa faktor, antara lain:
  1. Semakin murah, mudah dan cepatnya akses internet, sehingga akan meningkatkan jumlah pengguna internet;
  2. Dukungan dari sektor perbankan yang menyediakan fasilitas internet banking maupun sms banking, yang akan mempercepat proses transaksi;
  3. Biaya web hosting yang semakin murah;
  4. Semakin mudah dan murahnya membangun situs E-commerce yang didukung dengan tersedianya berbagai software open source, seperti osCommerce, Magento, dll.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, perkembangan E-commerce di Indonesia tentu harus didukung juga oleh adanya peraturan yang dapat melindungi konsumen dari kerugian yang disebabkan penipuan, credit card fraud, dan berbagai potensi kerugian lainnya. Dengan demikian konsumen dapat berbelanja online secara aman dan nyaman.(#)(hd)



 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar